Dyarga Madhaputra Citroseno


 Astrocak

Bercerita pada pengalaman pribadi ketika sedang merantau di kota metropolitan Jakarta. 7 bulan bukan waktu yang lama untuk merantau, tapi untuk merasakan hal yang biasa orang sebut "culture shock" sudah cukup untuk membuat kita merasakan dunia yang berbanding terbalik ketika berpulang ke tanah kraton. Di Jakarta, fase kehidupan berlangsung dengan sangat cepat, semua hal serba berteknologi, mobil listrik, dan pergerakan manusia yang selalu instan. 7 bulan adalah waktu yang cukup pula untuk beradaptasi. Dan setelah melewati fase tersebut, pulang lah saya ke Yogyakarta, dan hal pertama yang dirasakan adalah, ketika semua hal di Yogyakarta seolah olah berjalan melambat. Sesederhana lampu hijau di perempatan yang orang tidak langsung ngegas untuk maju. Berbeda dengan disini dimana lampu masih merah pun orang-orang sudah berlomba bak sedang dikejar hantu. Fase kehidupan yang lambat inilah juga yang membuat budaya unggah ungguh dan adat istiadat pula masih kental di Yogyakarta. Salah satunya, becak yang terus melaju ketika semua teknologi serba berkembang. Salah satu simbol kendaraan khas Yogyakarta yang masih terus hidup di tengah-tengah kepintaran teknologi serta pohon-pohon metal dan beton yang terus ditanam. Dan hal paling mudah untuk menemui dan menikmati fase ini dimana?? Tentu di jalan. Penggambaran astronot yang bergerak lambat, bukan berarti ketinggalan jaman, tapi karena memang begitulah cara ia berjalan. Becak di jalan yang terakulturasi dengan perkembangan zaman, namun identitasnya yang tidak akan pernah hilang di tengah musnahnya identitas kebudayaan yang selalu terkikis oleh perkembangan teknologi masa kini.

_


Dyarga Madhaputra Citroseno @madhmadha 

Pada umumnya, manusia hanya akan melihat dua titik. Yaitu sebuah permulaan dan sebuah akhir atau hasil. Bagaimana proses terjadinya suatu kondisi atau suatu objek yang tidak terlihat, namun hal itu nyata ada di situ. Bagaimana saya ingin orang orang bisa memahami, bahwa ada satu proses penting ini yang tidak memiliki wujud, namun ia lah bagian terpenting dari terciptanya sesuatu. Ibarat manusia berjalan tetap mereka membawa sebuah cermin yang selalu menghadap ke jalan yang telah mereka lalui. Dari situlah karya yang saya angkat selalu berusaha menciptakan bentuk nyata dari perjalanan terbentuknya gagasan itu sendiri. Dari situlah saya berharap orang mampu memahami gagasan yang saya angkat, dengan alur cerita yang saya buat menjadi bentuk yang "ada"